Rabu, 20 Mei 2015



 Malin, panggilan yang kerap di sapa masyarakat. Lahir pada 17 maret 1955 di Danguang-danguang. Seorang penjual sate yang namanya sudah terkenal.  Dari sinilah sate danguang-danguang berasal. Bernama sate danguang-danguang karena identik dengan daerah. Danguang-danguang adalah nama salah satu daerah yang berada di Kabupaten 50 kota, Payakumbuh.

Selain sate Padang dan sate Mak Syukur, sate Malin Danguang-danguang ini mempunyai rasa khas yang berbeda. Sate padang dan Sate Danguang-danguang Payakumbuh sama-sama terbuat dari daging serta jeroan sapi, dan sama-sama dipanggang di atas bara dari tempurung kelapa serta dipanggang sambil diolesi minyak dari bawang goreng plus lemak cair sehingga rasanya gurih serta punya wangi khas. Akan tetapi, bumbu yang digunakan untuk menyiram sate yang berbeda.

Jika sate Padang biasa bumbu siramnya berwarna merah serta kental dan rasanya cukup tajam, Sate Danguang-danguang Payakumbuh bumbunya lebih ke kuning dengan komposisi bumbu yang sedikit berbeda. Sate Padang menggunakan banyak rempah tajam seperti cabai, daun jeruk purut dan bawang merah, namun sate Danguang Danguang lebih banyak menggunakan rempah berasa segar seperti ketumbar, lengkuas dan jahe. Oleh Bapak Malin si penjual sate, sate ini diklaim lebih lembut dari Sate Padang yang biasa di makan.

Bapak Malin mengatakan bahwa, “Banyak para wisatawan datang kesini untuk sekedar menikmati rasa khas sate Danguang-danguang ini, para wisatawan biasanya datang beramai-ramai dan sering menilai bahwa bumbu sate sangat enak dan dagingnya juga lembut dibanding sate Padang lainnya.

Selasa, 19 Mei 2015



Sulaiman Juned pemuda asal Aceh lahir di desa kecil Usi Dayah, kecamatan Mutiara, kabupaten Pidie-Aceh, pada 12 mei 1965. Sulaiman Juned merupakan seorang yang bergelut di dunia sastra, ia menulis banyak puisi, puisinya seringkali di terbitkan di koran. Tidak itu saja, pria asal Aceh ini adalah teaterawan yang sudah menghasilkan banyak pertunjukan teater.
Sulaiman Juned melanjutkan pendidikan di FKIP Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, selesai menyelesaikan sarjana di Unsyiah, Sulaiman Juned kembali aktif di dunia teater. Di Aceh, ia bertemu dengan Prof. Dr. Mursal Esten merupakan Direktur ASKI Padangpanjang, Prof. Dr. Mursal Esten mengajak Sulaiman Juned ke Padangpanjang, di Padangpanjang Sulaiman Juned menimba ilmu kembali sebagai angkatan pertama di tahun 1997 mengambil program studi Seni Teater.
Aktif sebagai mahasiswa program studi Seni Teater, Sulaiman Juned dan kawan-kawan mendirikan Komunitas Seni Kuflet, di komunitas tersebut, ia selalu mengangkat tema yang berhubungan dengan Aceh untuk karyanya. Salah satu karya teater yang pernah di garapnya adalah pertunjukan drama hikayat Cantoi. Terinspirasi dari peristiwa konflik yang terjadi di Aceh, kemudian di angkat menjadi kesenian teater tutur Aceh peugah haba yang berarti berbicara dengan bercerita yang dimainkan oleh Teuku H. Adnan PM TOH dengan memakai konsep teater modern yaitu teori Brecht.
Dari Aceh hingga menetap di Padangpanjang, Sulaiman Juned selalu setia membuat karya yang berhubungan dengan Aceh, bukti bahwa ia mencintai kampung halamannya. Dengan kesenian-kesenian tradisional yang dihias menjadi kesenian modern sehingga penonton-penonton yang berada di Padangpanjang ataupun luar daerah mengerti dan menikmati pertunjukan selayaknya. Pertunjukan Cantoi merupakan pertunjukan komedi Satir yang dimainkan dengan logat Aceh, merupakan karakter Cantoi yang didalamnya ada nilai-nilai kebudayaan yang dapat dinikmati penonton.
Pertunjukan Hikayat Cantoi karya Sulaiman Juned sudah pernah dipentaskan tahun 2007 untuk ujian akhir S2 Sulaiman Juned di gedung teater Mursal Esten ISI Padangpanjang yaitu teater Tutur yang dikombinasikan dengan Hikayat Cantoi ini dirubah menjadi pertunjukan modern namun tidak meninggalkan tradisinya.
Bersama Komunitas Seni Kuflet, Sulaiman Juned menerima siapa saja yang ingin bergabung dan belajar, diantaranya mahasiswa-mahasiswa asal Aceh yang kuliah di ISI Padangpanjang. Selama berdirinya komunitas ini, kegiatan-kegiatan seni yang berhubungan dengan seni yang berasal dari Aceh selalu di pertunjukkan di kampus ISI Padangpanjang, dan juga di pertunjukkan di gedung M. Syafei Kota Padangpanjang dalam rangka peringatan 8 tahun tsunami Aceh. Melalui pertunjukan yang disajikan Komunitas Seni Kuflet, masyarakat yang hadir dapat merasakan kesedihan dan kesakitan yang di alami warga Aceh yang disebabkan oleh tsunami. Pertunjukan-pertunjukan ini memperkenalkan Komunitas Seni Kuflet kepada masyarakat-masyarakat Padangpanjang.

Sosok
DRS. Irzen Hawer



Drs. Irzen Hawer lahir di Padangpanjang Sumatra Barat tahun 1960, merupakan seorang tenaga pendidik di SMA 1 Batipuah, Tanah Datar, Sumatera Barat. Irzen Hawer lulusan dari IKIP Padang jurusan Bahasa Indonesia dan di SMA 1 Batipuah, ia mengajar di bidang studi Bahasa Indonesia. Selain menjadi seorang guru, Irzen Hawer juga aktif menulis, ia bergabung dengan Komunitas Forum Aktif Menulis bersama temannya Muhammad Jujur, Muhammad Subhan.
Sebagai seorang yang aktif menulis, Irzen Hawer telah menerbitkan 4 buah novel, yaitu Novel Cinta di Kota Serambi diterbitkan pada tahun 2010,  Prosa Cinta di Kota Serambi juli 2011, Gerhana di Kota Serambi pada November 2011, Gadis berbudi pada tahun 2012. Dalam novelnya, Irzen Hawer menceritakan suka duka hidupnya di Padangpanjang, semua cerita di rangkai begitu menarik sehingga memikat daya tarik masyarakat untuk segera membaca novel tersebut.
Selain menulis novel, Irzen Hawer juga disebut sebagai cerpenis, beberapa karyanya menjadi juara pada “Lomba Cipta Cerpen Tingkat Nasional Forum Aktif Menulis (FAM). Salah satunya cerpen 4 sen yang menjadi juara 3.
Irzen Hawer dikenal remaja-remaja Kota Padangpanjang sebagai seorang guru yang suka menebar virus menulis. Semangat dari sastrawan Kota Padangpanjang ini memicu semangat remaja-remaja yang hobi menulis untuk lebih giat lagi dalam berkarya, agar mampu menghasilkan karya tulis yang baik.

Selasa, 05 Mei 2015




“Penjual Bendera”, Pertunjukan yang dipentaskan untuk memenuhi syarat Ujian Akhir Minat Pemeranan Mahasiswa Prodi Teater Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Padangpanjang, merupakan sebuah pertunjukan yang menceritakan perjuangan. Upaya dari tokoh Gareng yang diperankan oleh Mahasiswa Teruji Hendri Ilham, mencerminkan sifat kepahlawanan dan kepedulian terhadap Indonesia, namun peran aktor Gareng dalam lakon “Penjual Bendera” yang kali ini dipentaskan menjurus kepada kelabilan seseorang terhadap diri sendiri dan keluarga.

Menyaksikan pertunjukan teater yang dipentaskan di Gedung Teater Arena Mursal Eisten Institut Seni Indonesia, pada Kamis (16/4) pukul 20.00 WIB, penonton dibawa untuk merasakan perjuangan kemerdekaan Indonesia, dan merasakan kebanggaan seseorang terhadap kemerdekaan Indonesia. Pertunjukan “Penjual Bendera” karya Wisran Hadi yang dipentaskan kali ini memakai logat Jawa, namun upaya aktor-aktor untuk menjadikannya logat jawa tampaknya belum berhasil, dilihat dari kata-kata yang diucapkan masih menggunakan logat masyarakat Jakarta Pinggiran.

Naskah ini pada dasarnya merupakan pandangan masyarakat biasa terhadap kemerdekaan Indonesia, menjelaskan falsafah bendera secara garis besar. Penulis naskah mengajak kita kembali pada perjuangan Indonesia, ia mengagungkan bendera merah putih sebagai ujung dari keberhasilan. Begitulah naskah ini dibawakan oleh Ilham, ia menjadikan naskah Non Realis ini menjadi bentuk naskah yang realis. Set dan properti yang minimalis berupa kursi tua, mesin jahit, lemari kayu, meja makan sebagai penanda kehidupan sederhana keluarga di dalam naskah.

Pertunjukan lakon “Penjual Bendera” ini sudah beberapa kali dipentaskan di Gedung Teater Arena ISI Padangpanjang, pada tahun 2013 seorang Sutradara muda bernama Winda mementaskan lakon ini dengan genre non realis, ia berhasil mementaskan naskah ini dengan baik. Begitu  juga dengan Ilham, ia berhasil mementaskan naskah Penjual Bendera, dengan penonton yang sangat ramai, namun menjadi perbandingan oleh para penonton. Salah satu mahasiswa mengatakan, “Pertunjukan lakon Penjual Bendera yang di pentaskan Ilham memang bagus, tapi jauh lebih bagus pertunjukan beberapa tahun yang lalu yang juga pernah di pentaskan Winda. Dibandingkan konsepnya, pertunjukan Ilham terlihat lebih sederhana dan tidak menarik”.

Saat pertunjukan berjalan, dosen Prodi Teater ISI Padangpanjang mengkritik bahwa, “Kurangnya kreatif mahasiswa, mementaskan naskah yang sudah sering digarap, dengan intonasi yang tak pernah berubah dari waktu ke waktu”. Ia berharap kedepannya generasi teater mampu membuat kreatifitas baru terhadap akting dan intonasi yang digunakan. Dibalik perbandingan penonton dan kritikan dosen. Namun penonton-penonton sangat mengapresiasi pertunjukan “Penjual Bendera” ini dengan baik. Dari awal pertunjukan hingga pertunjukan usai, penonton tidak ada yang keluar dari Gedung Teater Arena, mereka menikmati setiap bisnis akting dan alur cerita pada lakon ini

Naskah “Penjual Bendera” karya Wisran Hadi ini memang menjadi naskah yang sering dipilih untuk dipentaskan oleh mahasiswa-mahasiswa Prodi Teater Institut Seni Indonesia Padangpanjang, dikarenakan naskah ini menarik dan tidak terlalu panjang. Pada pertunjukan lakon “Penjual Bendera” ini, terdapat banyak kesalahan pada pembawaan dialog, kurangnya pemahaman terhadap logat jawa menjadikan pertunjukan ini tidak kosisten terhadap konsep pemeranannya. Pertunjukan yang berlangsung kurang lebih 60 menit ini diperankan oleh 4 orang, Hendri Ilham sebagai Gareng, Ami Tri Sayutri sebagai Sompeng, Iwan sebagai Jondul dan Danny sebagai Bercep.

Dilihat dari segi kesiapan aktor, beberapa masalah terlihat disaat pertunjukan di mulai. Salah satunya kurangnya pemahaman aktor terhadap karakter yang dimainkan. Secara emosional, peran Jondul yang dimainkan Iwan dan peran Bercep yang diperankan danny masih sama dengan kebiasaan mereka diluar panggung, dan vokal merekapun tidak terdengar jelas oleh penonton. Namun, beberapa kesalahan yang diperankan oleh aktor tidak begitu terlihat dengan ditutupi improvisasi yang tepat.

Secara keseluruhan, penataan cahaya terlihat sederhana, suasana rumah lebih terlihat jelas, dan musik yang mengiringi serta nyanyian lagu wajib terdengar indah. Penonton terbawa suasana pertunjukan dan dapat menikmati pertunjukan dengan santai dan khidmat.

;;

By :
Free Blog Templates