Kamis, 06 Juni 2013

DALAM DEKAPAN POHON TUA

NEXT~


Bayangannya semakin jauh, dengan pandangan yang mulai nanar aku terus menatap arah utara yang mengantarkannya beranjak dari posisi semula. Semakin jauh, dan mulai hilang dari pandangan. Semenit yang lalu kulihat dia masih berdiri disini, laki-laki yang lemah dengan rambut yang mulai memutih, senyumnya yang begitu ikhlas terpancar tidak kutemukan hari ini, suaranya yang sudah tidak asing lagi ditelinga tak kudengar selain keluhannya tadi pagi sebelum meninggalkan tempat ini.

Ada perasaan canggung ketika ku berbalik arah, ketakutan mulai merasuki naluriku, instingku seakan tidak bekerja walau sekedar memberi isyarat “baik-baik saja”. Semuanya berlalu begitu saja, diujung sana kulihat perempuan dengan kulitnya yang mulai keriput berbicara dengan seseorang. Perempuan itu ibu, kulihat tubuhnya yang lemah, ada beban dibenaknya. Aku terus berjalan mendekati bayangannya.
 “hari ini kita balik kerumah” suara ibu parau
“ayah sudah membaik dan kata dokter ayah sudah bisa dirawat dirumah nak” dengan memaksakan senyumnya. 

Aku tau ibu berbohong, aku bisa melihat dari sinar matanya, matanya berkaca-kaca seperti menahan airmata. Aku bukan gadis kecil lagi yang tidak bisa mengambil isyarat dan menterjemahkan keadaaan. Sekarang aku sudah menjadi remaja dan mulai tahu dengan arti kehidupan, aku telah beranjak dari masaku.
“kamu bereskan barang-barangmu, Ibu mau mengurus administrasi rumah sakit Ayah. Jangan lupa, ambil surat Ayah dilaci lemari kecil itu nak” ibu berlalu dan sudah meninggalkan kamar Rumah Sakit.
“Iya bu” jawabku seadanya dengan nada yang tak bersemangat.

          Sejenak aku berhenti melipat baju yang akan dimuat dalam tas. Pikiranku ditarik mundur oleh ruangan ini, tempat tidur itu, kemarin Ayah masih terkapar ditempat ini dengan infus ditangannya. Tanpa sadar pipiku sudah basah, mataku memerah. Masih ingat raut wajah ibu yang begitu beda dari hari biasanya. Ah iya, tadi ibu bilang surat dilaci lemari kecil, rasa penasaranku memuncak, tanpa ragu aku langsung merogoh laci lemari itu. Ya, ini suratnya, ini surat yang ibu bilang tadi. Perlahan kubuka amplop surat itu. Serentak mataku terbelalak melihat isinya, ini bukan surat yang ditulis ayah. Ini hasil diagnosa penyakit Ayah dari rumah sakit.
“Apa? Ayah harus dioperasi?” teriakku kaget.

Tubuhku tiba-tiba tak berdaya, melemah begitu saja. kenapa Ibu tidak memberi tahu hal ini padaku? Kenapa Ibu hanya diam? Dan yang membuatku bertanya-tanya, kenapa Ayah belum di operasi? Dalam surat diagnosa ini harusnya Ayah sudah dioperasi 2 hari kemarin. Kenapa sekarang Ayah memaksa pulang dengan mencabut infusnya sendiri dan pergi begitu saja? Kenapa Ayah meninggalkan aku dan Ibu begitu saja ditempat asing ini? Ada apa? Kenapa dengan Ayah? “tangisku menjadi-jadi”.

SELANJUTNYA~

;;

By :
Free Blog Templates