Kamis, 11 Juni 2015
Yeyen Urmila, mahasiswa
Prodi Teater Institut Seni Indonesia Padangpanjang dengan minat pemeranan
melaksanakan Ujian Tugas Akhir 4/6 2015 lalu, ia mementaskan lakon Nyonya dan
Nyonya karya Motinggo Busye. Lakon Nyonya dan Nyonya merupakan lakon drama
komedi tahun 90-an. Oleh Yeyen Urmila, naskah ini diketik ulang menjadi lebih
modern. Ia memakai konsep orang kaya baru sebagai ide pertunjukannya.
Lakon Nyonya dan Nyonya merupakan lakon aliran realisme yang berceritakan tentang permasalahan rumah tangga dan perselingkuhan. Nyonya dan Nyonya karya Motinggo Busye terdiri dari dua babak. Keduanya berlatar belakang tempat di rumah Tuan Tabrin bersama istri pertamanya. Latar belakang suasananya getir tapi lucu.
Konflik utama dalam Nyonya dan Nyonya adalah pergolakan batin Tuan Tabrin sebagai seorang koruptor. Tuan Tabrin selalu merasa tidak tenang, sampai-sampai mengalami gangguan jiwa, karena dihantui oleh dosa-dosanya sebagai koruptor. Kedua istri yang diharapkannya dapat menentramkan jiwanya malah menyuruhnya mengaku kepada polisi. Pada akhir cerita, Tuan Tabrin memutuskan untuk menyerahkan diri kepada polisi.
Sebagai mahasiswa Prodi Teater ISI Padangpanjang dengan minat pemeranan, Yeyen Urmila memilih peran utama untuk dimainkannya, dengan aktor yang membantu Iwan Kuncup sebagai Tuan Tabrin, Yuliana Fitri sebagai Samirah si istri kedua, Rere sebagai pencuri yang mengaku istri Tuan Tabrin, Puja sebagai pembantu rumah tangga, Alba sebagai polisi, Bayu dan Deni sebagai sopir.
Pertunjukan ini berhasil dipentaskan, penonton menikmati pertunjukan ini, walaupun beberapa kesalahan teknis dari aktor sedikit menonjol, namun karena naskah ini genre drama komedi, kesalahan aktorpun dapat di improvisasi dengan kelucuan, sehingga pertunjukan ini terlihat menarik.
Rabu, 10 Juni 2015
Sinopsis singkat yang dipublikasikan untuk pertunjukan Ujian Tugas Akhir
Mahasiswa teruji Teguh Abdillah ini memikat daya tarik pembaca pesan ini untuk
menghadiri pertunjukan yang diselenggarakan pada 9/7 2015 kemarin pada pukul
20.00 wib. Penonton cukup antusias memenuhi teater arena ISI Padangpanjang
hanya untuk menyaksikan pertunjukan Hamlet Mesin.
Hamlet Mesin, bagaimana dunia dibentuk dengan seorang wanita, budaya yang
konservatif, bukan melainkan hanya karena sistem yang dibangun oleh manusia itu
sendiri, maka jika terjadi pembantaian terhadap wanita, itu akan membuat dunia
menjadi tentram dan dunia yang fana ini tidak akan lama lagi berlangsung hingga
tidak akan terlahir generasi yang sakit dan tidak ada lagi yang berperang, salah satu bagian dari sinopsis yang dibacakan sebelum pertunjukan dimulai.
Hamlet
Mesin karya Heiner Muler ini merupakan salah satu drama paling tersohor dalam
sejarah pemanggungan naskah. Naskah yang diciptakan dengan koloni gagasan dan
membawa tujuan Heinard Muller, seorang subversif asal Jerman Timur. Ditulis
tahun 1977, dibawah pengaruh kuat Marxisme dan segala macam kondisi post modern.
Pertunjukan Hamlet Mesin yang diperankan oleh Teguh Abdillah, Fitriatul
Aini, Rizal dan ditambah pula dengan beberapa penari yaitu Botem, Munir dan
Dewi ini membius penonton dengan dramatika pertunjukan yang menarik dan beda
dari pertunjukan pada umumnya. Artistik yang dihadirkan sangat mendukung
suasana pertunjukan, menggambarkan dengan jelas situasi para tokoh dalam
perannya.
“Aku ingin menjadi mesin, tangan untuk meraih, kaki untuk berjalan, tanpa
nyeri, tanpa pikiran” Itulah dialog yang diucapkan Hamlet, kemudian para penari
juga berteriak hidup kapitalisme, hidup kapitalisme! Mereka menjelaskan sebuah
batasan antara provokasi dan tindakan. Keunikan naskah ini, selain termasuk yang
sangat pendek, adalah motivasi Muller untuk memberi ruang yang amat luas bagi sutradara.
Motivasi ini didorong oleh kebosanannya melihat konstelasi teater waktu itu.
;;
Subscribe to:
Postingan (Atom)